Serang — kemajuanrakyat.id-Aktivitas pertambangan pasir di kawasan Gunung Pinang, Kabupaten Serang, Banten, kembali menuai sorotan. Kader Permahi Untirta, Ardio Hartanto, menyampaikan bahwa kondisi di lapangan sudah masuk tahap darurat lingkungan dan membutuhkan tindakan cepat dari pemerintah.
Penambangan pasir di Gunung Pinang telah berlangsung sejak 2002 dan memanfaatkan bahan galian golongan C seperti pasir, kerikil, dan batu-batuan. Lokasi penambangan berada di Kampung Kerapcak, Desa Toyomerto, Kecamatan Kramatwatu, berdekatan dengan kawasan wisata seluas 240 hektare. Aktivitas tambang tersebut mengubah kontur lahan menjadi gersang dan tidak rata, serta diduga menimbulkan kerusakan ekosistem secara signifikan.
Ardio menegaskan, kegiatan tambang yang masif ini meningkatkan risiko longsor, merusak aliran sungai, dan mengancam rumah warga di sekitarnya.
“Kerusakan sudah terlihat jelas. Warga hidup dalam ketakutan karena ancaman longsor dan banjir, terutama saat musim hujan,” ujarnya kepada wartawan Jum’at, (5/12/2025).
Dari sisi hukum, penambangan pasir seharusnya diatur oleh UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, yang telah beberapa kali direvisi, termasuk melalui UU Nomor 3 Tahun 2020, UU Nomor 3 Tahun 2021, hingga UU Nomor 2 Tahun 2025. Regulasi tersebut mewajibkan setiap penambang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pelanggaran tanpa IUP dapat dijerat Pasal 158 dengan ancaman penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp.100 miliar. Sementara sanksi administratif, seperti pencabutan izin, dilakukan melalui pemerintah daerah sesuai PP Nomor 25 Tahun 2024.
Selain kerusakan lingkungan, warga juga mengeluhkan dampak pada infrastruktur. Lalu lintas truk tambang yang padat dan kerap beroperasi di luar jam aturan menyebabkan kerusakan jalan di sekitar Gunung Pinang, termasuk jalur Bojonegara – Cilegon Timur. Kondisi tersebut bahkan telah memicu sejumlah kecelakaan lalu lintas.
Berbagai aksi protes telah dilakukan warga, mulai dari pemblokiran jalan hingga akses exit tol. Di sejumlah tempat, penolakan warga terhadap pertambangan berujung pada dugaan kriminalisasi. Sejumlah pihak, termasuk DPD PAN Cilegon, menduga bahwa sebagian besar perusahaan tambang pasir di kawasan tersebut beroperasi tanpa izin yang sah.
Polda Banten sebelumnya telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap aktivitas tambang ilegal dan melimpahkan berkas perkara terkait ke Kejaksaan Tinggi Banten.
Ardio berharap pemerintah provinsi segera menutup seluruh aktivitas penambangan ilegal di Gunung Pinang. Ia juga mendorong koordinasi lebih intensif antara Dinas ESDM, Satpol PP, Polda Banten, dan DPRD guna memperkuat penegakan hukum, termasuk penerapan Pasal 158 UU Minerba.
“Sejak 2002 keluhan terus berulang, namun penanganannya belum tuntas. Masyarakat membutuhkan transparansi dan kepastian, termasuk rehabilitasi dan reboisasi lahan bekas tambang agar kawasan wisata Gunung Pinang tidak rusak permanen,” tutupnya.
( Yuyi Rohmatunisa)












Komentar