oleh

Ketika Perayaan Diwarnai Darah, Mahasiswa Kritik Ketimpangan di Banten

Kota Serang– kemajuanrakyat.id-Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-25 Provinsi Banten diwarnai kericuhan. Aksi unjuk rasa yang dilaksanakan puluhan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Serang berujung bentrok dengan aparat kepolisian di depan Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Sabtu (4/10/2025).

Kericuhan terjadi saat massa aksi memaksa menembus barikade aparat untuk menyampaikan aspirasi langsung kepada pejabat Pemerintah Provinsi Banten. Situasi memanas ketika dorong-dorongan antara mahasiswa dan polisi tak terelakkan. Satu orang mahasiswa dilaporkan mengalami luka di bagian kepala akibat benturan benda tumpul dan langsung dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi berdarah.

Polisi berusaha membubarkan massa, sementara mahasiswa membalas dengan teriakan kecaman. Bentrokan berlangsung cukup lama hingga akhirnya mereda setelah Ketua DPRD Provinsi Banten dan Kapolda Banten turun langsung menemui mahasiswa.

Ketua Umum HMI Cabang Serang, Eman Sulaeman, menyebut insiden itu mencoreng makna perayaan HUT Banten ke-25. Menurutnya, usia seperempat abad seharusnya menjadi refleksi atas persoalan mendasar yang belum terselesaikan, mulai dari korupsi, kemiskinan, hingga ketimpangan pembangunan.

“Kita datang membawa suara rakyat, bukan untuk bentrok. Tapi apa arti perayaan jika rakyat masih lapar, jalan rusak, dan anggaran bocor karena korupsi?” ujarnya dalam orasi.

Mahasiswa menilai pembangunan di Banten hanya berfokus pada infrastruktur perkotaan dan simbol-simbol fisik, sementara daerah pelosok masih belum menikmati akses pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang layak. Mereka juga mengecam sikap aparat yang dinilai menutup ruang dialog sejak awal aksi.

Setelah suasana memanas dan satu korban jatuh, barulah Ketua DPRD dan Kapolda menemui massa. Dalam dialog singkat, keduanya berjanji akan membuka ruang komunikasi dan menindaklanjuti tuntutan mahasiswa.

Namun bagi para demonstran, respons tersebut dinilai terlambat. Salah satu orator menyatakan bahwa pemerintah semestinya hadir sebelum ada korban jatuh.

“Kita tidak butuh janji setelah darah tumpah. Yang dibutuhkan adalah keberanian moral untuk melakukan perubahan nyata,” serunya.

Dalam aksi, mahasiswa menyampaikan lima tuntutan pokok, yakni:

1. Audit menyeluruh terhadap proyek pembangunan dan bantuan sosial di Provinsi Banten.

2. Penegakan hukum secara tegas terhadap pejabat yang terlibat korupsi.

3. Pemerataan pembangunan hingga ke daerah tertinggal.

4. Peningkatan anggaran pendidikan dan kesehatan untuk masyarakat miskin.

5. Pembukaan ruang dialog publik antara mahasiswa, DPRD, dan Pemerintah Provinsi Banten.

Sekitar pukul 17.00 WIB, massa aksi akhirnya membubarkan diri secara tertib usai dialog dilakukan. Namun mereka menegaskan akan terus mengawal kebijakan pemerintah dan menjadikan peristiwa ini sebagai momentum perlawanan terhadap ketidakadilan.

“Luka di kepala kawan kami adalah pengingat bahwa perjuangan belum selesai. Ini bukan perlawanan terhadap negara, melainkan perlawanan terhadap ketidakadilan yang dibiarkan hidup di dalamnya,” tutup Eman.

( Yuyi Rohmatunisa)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed