Kota Serang— kemajuanrakyat.id-Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Banten mendorong penerapan Pasal 98 KUHAP dalam dua perkara pidana penipuan dan penggelapan yang menyeret dua terdakwa, Puji Wahyono dan Antonius. Sidang dilaksanakan secara terbuka di Pengadilan Negeri Serang, Selasa (23/9/2025), dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Dalam perkara pertama, terdakwa Puji Wahyono Bin Sumardi didakwa melanggar Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan. Perkara ini bermula dari tawaran kerja sama investasi oleh terdakwa kepada korban berinisial M pada 19 September 2024. Terdakwa menjanjikan imbal hasil 15% dalam dua bulan melalui bisnis packaging mesin industri.
“Korban menyerahkan dana sebesar Rp.4,5 miliar dalam dua tahap. Namun hingga jatuh tempo, terdakwa tidak mengembalikan modal dan keuntungan yang dijanjikan,” ujar JPU Kejati Banten.
Pada 10 Desember 2024, terdakwa hanya memberikan satu lembar cek senilai Rp.2 miliar. Namun, saat dicairkan di Bank BCA Cilegon, cek tersebut ditolak karena saldo tidak mencukupi.
“Alasan terdakwa adalah karena pembayaran dari PT HAKA STEVEDORE belum diterima. Bahkan terdakwa menyerahkan dokumen-dokumen untuk meyakinkan korban, namun belakangan diketahui bahwa seluruh dokumen tersebut palsu,” tegas JPU.
Fakta mengejutkan terungkap dalam pertemuan tanggal 24 Februari 2025. Saat itu, terdakwa mengakui bahwa dokumen – dokumen yang diklaim berasal dari PT HAKA STEVEDORE adalah hasil rekayasa, dan tidak ada pekerjaan seperti yang dijanjikan.
“Korban merasa ditipu dan mengalami kerugian sebesar Rp.4,5 miliar. Atas dasar itulah korban melaporkan peristiwa ini ke Polda Banten,” tutur JPU.
Dalam persidangan, saksi korban mengajukan permohonan penggabungan gugatan ganti kerugian dalam perkara pidana sesuai Pasal 98 KUHAP. Namun, Majelis Hakim menolak permohonan dan menyarankan agar korban menempuh jalur perdata terpisah.
Sementara dalam perkara kedua, terdakwa Antonius Bin (Alm) Sabar Marpaung dijerat Pasal 374 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP atas dugaan penggelapan dana organisasi serikat pekerja.
Perkara ini mencuat setelah penyelenggaraan MUSNIK (Musyawarah Unit Kerja) PUK SP KEP AC pada 12 Oktober 2022. Saat itu, terdakwa yang menjabat sebagai ketua PUK SP KEP AC periode 2017–2021, tidak hadir dan tidak memberikan laporan pertanggungjawaban keuangan.
“Tim investigasi dibentuk dan ditemukan adanya indikasi fraud. Terdakwa diduga melakukan penggelapan dana melalui rekening Bank BNI atas nama PUK SP KEP AC,” ungkap JPU Kejati Banten.
Hasil audit eksternal menemukan kerugian materiil organisasi mencapai Rp 2.105.506.718. Dana diduga dikuasai oleh terdakwa secara tidak sah.
“Berdasarkan hasil investigasi dan klarifikasi kepada berbagai pihak, termasuk DPC, DPD, dan DPP, kasus ini kemudian dilaporkan ke Polda Banten,” jelas JPU.
Sama seperti perkara pertama, korban dalam perkara ini juga mengajukan permohonan penggabungan gugatan ganti kerugian dalam proses pidana. Namun, permohonan tersebut ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Serang.
Kedua persidangan digelar secara terbuka untuk umum, dengan tetap menjunjung tinggi asas peradilan yang adil, cepat dan sederhana.
“Penerapan Pasal 98 KUHAP menjadi penting agar korban tidak perlu menempuh proses hukum tambahan untuk mendapatkan keadilan secara utuh. Namun, tentu tetap menjadi kewenangan hakim untuk mempertimbangkan permohonan,” tegasnya.
( Yuyi Rohmatunisa)
Komentar