oleh

Perayaan Waisak di Banten, Refleksi Damai dan Harmoni Antarumat Beragama

Kota Serang, Kemajuanrakyat.Id-Umat Buddha di Provinsi Banten memperingati Hari Raya Waisak 2569 BE/2025 dengan penuh khidmat, mengangkat tema nasional “Tingkatkan Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan, Wujudkan Perdamaian Dunia” serta subtema “Bersatu Mewujudkan Damai Waisak untuk Kebahagiaan Semua Makhluk”.

Sutanta Ateng, seorang seuseupuh vihara dan mantan anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Banten, menyampaikan bahwa Waisak menjadi momentum penting bagi umat Buddha untuk merefleksikan ajaran Sang Buddha Gautama.

“Tiga peristiwa suci yang diperingati yakni kelahiran, pencerahan dan wafatnya Sang Buddha, mengajarkan kita untuk hidup penuh welas asih, damai dan bijaksana,” ujarnya kepada wartawan.

Puncak perayaan Waisak tahun ini jatuh pada pukul 23.00 WIB Senin malam (12/5/2025), diisi dengan pembacaan kitab suci di berbagai vihara. Meski tidak semua daerah menggelar pelepasan lampion seperti di Borobudur, tradisi lokal tetap dijunjung tinggi. “Di Serang tidak ada pelepasan lampion, karena kita utamakan kearifan lokal. Yang penting ada persembahyangan dan pembacaan paritta suci,” tambah Ateng.

Berdasarkan data, terdapat sekitar 3.000 umat Buddha di Kota Serang dan sekitar 300 ribu di seluruh Banten. Pemerintah melalui Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten, khususnya Pembimas Buddha, aktif mendukung kegiatan keagamaan dan pembangunan vihara.

“Sekarang lebih mudah mendirikan vihara, bahkan banyak aliran Buddhisme yang hidup berdampingan di Banten seperti Theravada, Mahayana dan Vajrayana,” jelasnya.

Di Banten, terdapat empat vihara utama yakni Vihara Metta Serang, Vihara Mandalawangi Arama, Vihara Avalokitesvara, dan Vihara Kwan Ti Kong. Vihara Avalokitesvara di Banten Lama bahkan tercatat sebagai yang tertua, berusia hampir 400 tahun lebih dan telah menjadi cagar budaya.

“Dulu Sultan Hasanuddin memberikan lahan untuk vihara, sebagai simbol toleransi umat beragama sejak zaman dahulu,” ungkap Ateng.

Upaya pelestarian budaya dan kerukunan pun terus dijaga. Vihara kini menjadi destinasi wisata rohani dan sejarah, termasuk lokasi populer untuk foto prewedding. Di sekitar kawasan vihara, donatur swasta juga telah membangun pusat jajanan dan kios tanpa memungut biaya dari pedagang. “Ada 16 kios kami bangunkan untuk warga sekitar, mereka cukup berdagang tanpa bayar. Ini bentuk kepedulian sosial kita,” jelasnya.

Ateng menekankan pentingnya menjaga harmoni dengan lingkungan. “Umat Buddha harus rukun, menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan terus berbuat baik,” pungkasnya.

( Yuyi Rohmatunisa)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed