Kota Serang– kemajuanrakyat.id-Di tengah kesibukan aktivitas pelayanan masyarakat Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Banten, H. Usman Asshidiqie Qohara berbagi cerita tentang perjalanan panjang kariernya di dunia birokrasi. Baginya, perjalanan karier bukan sekadar soal jabatan, tetapi juga tentang pengabdian, pembelajaran dan rasa syukur.
“Saya pernah merasakan bagaimana sejarah Perpustakaan ini, terutama saat masa transisi. Dulu tempat ini dianggap dinas buangan, tapi nyatanya dinas ini hidup, aktif dan punya dampak besar, termasuk mendapat perhatian dari Gubernur,” ungkap Usman kepada wartawan, Jum’at (19/9/2025).
Usman menjelaskan bahwa program-program literasi seperti TGM Gemar Membaca Sekolah se-Banten” menjadi agenda rutin yang kini membentuk wajah baru perpustakaan daerah. Kunjungan dari pelajar SD hingga SMA, serta berbagai majelis taklim, membuat tempat tak pernah sepi.
“Kita terbuka setiap hari. Ini bukan hanya soal buku, tapi ruang tumbuh bagi masyarakat,” katanya.
Namun, siapa sangka perjalanan karier Usman dimulai dari bawah, sebagai staf di bagian Kesra saat Provinsi Banten baru berdiri. Kiprahnya mulai dikenal saat menulis pidato Gubernur sejak era Djoko Munandar hingga Ratu Atut Chosiyah. “Dari situ, nama Usman dikenal sebagai penulis surat dan sambutan,” ujarnya, tersenyum.
Tak semua jalan dilalui dengan mulus. Usman sempat dipindah-pindah dari Sekda, menjadi Inspektur di Inspektorat, hingga ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD). Ia menyambut setiap tugas dengan lapang dada.
“Jabatan itu amanah. Ditempatkan di mana pun harus disyukuri. Di DPMD saya justru belajar banyak soal masalah desa,” tuturnya.
Kembali ditugaskan ke Dinas Perpustakaan bukan sesuatu yang asing baginya. “Gubernur dan istrinya sering berkegiatan disini. Tempat ini nyaman, dan kami serius mengembangkan budaya literasi,” tambahnya.
Dalam refleksinya, Usman tak menampik bahwa dinamika politik kerap mempengaruhi birokrasi. Ia menyebutkan bahwa pergantian kepemimpinan, dari Atut dengan gaya Golkar-nya, Rano Karno dengan nuansa PDIP dan keartisannya, hingga Wahidin Halim dari Demokrat, membawa warna tersendiri.
“Pemimpin daerah punya tantangan, terutama dalam membesarkan partainya. Tetapi birokrat seperti kami harus tetap profesional,” jelasnya.
Saat dipindahkan semasa kepemimpinan Rano Karno, Usman justru bersyukur. “Saya jadi punya waktu untuk keluarga, bahkan sempat kuliah lagi,” katanya. Ia juga mengungkapkan bahwa kemampuan menulis telah membawanya melangkah lebih jauh.
“Dulu saya sempat jadi penulis pidato Pangdam Padmanegara, menulis artikel dan aktif di LSM Pattirro di Semarang tahun 1999,” kenangnya.
Kini, di usia matang kariernya, Usman melihat jabatan bukan sebagai tujuan, melainkan ladang amal dan pembelajaran. “Selama bisa memberi manfaat, saya akan terus mengabdi,” pungkasnya.
( Yuyi Rohmatunisa)
Komentar