Serang – kemajuanrakyat.id-Kepala Seksi Penyelenggaraan Zakat dan Wakaf Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Serang, Rahmat, mengimbau masyarakat untuk segera mengurus legalitas tanah wakaf agar terhindar dari potensi konflik di kemudian hari.
“Saya melihat masih banyak aset wakaf yang diberikan masyarakat belum memiliki kekuatan hukum. Ini bisa menjadi masalah ke depan jika ada oknum yang mengklaim atau ingin mengambil alih tanah wakaf” ujar Rahmat kepada wartawan, Selasa (30/9/2025).
Menurutnya, selama ini praktik wakaf di masyarakat masih dilakukan secara lisan, sebagaimana kebiasaan para orang tua dahulu. Namun, seiring waktu dan meningkatnya nilai tanah, perlindungan hukum atas aset wakaf menjadi sangat penting.
“Tugas Kementerian Agama adalah hadir di tengah masyarakat untuk membantu mengamankan aset wakaf. Maka kami mengajak masyarakat, khususnya para nadzir (pengelola wakaf), untuk menempuh jalur legal seperti pembuatan akta ikrar wakaf (AIW),” jelasnya.
Rahmat menambahkan, bila pewakaf (wakif) masih hidup, maka prosesnya adalah melalui pembuatan Akta Ikrar Wakaf. Namun jika pewakaf telah meninggal dunia, maka perlu dibuatkan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW) yang dapat diajukan oleh ahli waris atau tokoh masyarakat sebagai pelapor jika ahli waris tidak lagi ada.
Ia juga menjelaskan, status tanah wakaf harus dibedakan dengan tanah negara. Misalnya, tanah makam pribadi bisa diwakafkan kepada masyarakat jika disertai dengan akta ikrar. Banyak pula tanah bersejarah yang dulunya diwakafkan secara tidak tertulis pada masa kesultanan, dan saat ini belum tercatat secara resmi.
“Masih banyak potensi wakaf di masyarakat yang belum tercatat. Namun secara agama, niat wakaf yang diucapkan secara lisan tetap sah. Hanya saja, untuk menghindari konflik dan menjamin keberlangsungan wakaf, legalitas tetap harus diupayakan,” katanya.
Terkait konflik antar-nadzir, Rahmat menyatakan pihaknya kerap melakukan mediasi agar penyelesaian dilakukan secara musyawarah. Kepala KUA juga berperan dalam membantu menyelesaikan konflik dengan mendorong pembuatan akta-akta yang dibutuhkan.
“Banyak persoalan muncul karena aset belum memiliki legalitas. Bahkan ada ahli waris yang mengklaim hak atas tanah wakaf. Jika tidak ada dokumen resmi, kami pun kesulitan untuk hadir membantu. Maka dari itu, kesadaran nadzir sebagai penerima amanah sangat penting,” tegasnya.
Ia pun mengingatkan bahwa jabatan nadzir bukanlah warisan yang otomatis turun ke anak atau cucu. Nadzir harus dipilih dari kalangan masyarakat yang mampu secara moral dan administratif untuk mengelola wakaf.
“Jika orang tua sudah mewakafkan tanah, maka kita harus menyerahkannya kepada nadzir yang amanah. Kesejahteraan dari aset wakaf bisa dirasakan oleh banyak orang jika dikelola dengan baik. Untuk itu, musyawarah menjadi jalan utama dalam mencari solusi terbaik,” pungkasnya.
( Bayu Sukma Kelana)
Komentar