Jakarta-kemajuanrakyat.id-Tragedi kematian seorang balita bernama Raya (4), warga Kampung Padangenyang, Sukabumi, akibat cacingan akut, mengguncang nurani publik. Di tengah gembar-gembor program kesehatan nasional dan janji peningkatan kesejahteraan rakyat, kenyataan pahit ini menjadi ironi yang tak terbantahkan seorang anak meninggal dunia karena penyakit yang dapat dicegah dengan obat seharga seribu rupiah.
Ketua Bidang Kesehatan DPP PDI Perjuangan, Dr (HC). dr. Ribka Tjiptaning Proletariyati, A.Ak, angkat suara dan mengecam keras lemahnya perhatian negara terhadap kesehatan dasar, khususnya pada anak-anak dari keluarga kurang mampu.
“Ini tamparan keras bagi kita semua. Seorang anak meninggal bukan karena kanker atau penyakit langka, melainkan karena cacingan penyakit yang seharusnya sudah bisa dikendalikan puluhan tahun lalu,” ujar Ribka saat konferensi pers, Kamis, (21/8/2025).
Lebih lanjut, Ribka menyebut tragedi Raya sebagai bukti nyata bahwa sistem kesehatan nasional belum menjangkau masyarakat miskin secara merata. Ia menyoroti buruknya akses sanitasi, air bersih dan edukasi kesehatan dasar sebagai faktor utama penyebab penyakit cacingan yang masih merebak di daerah terpencil.
Ribka mengungkap bahwa ia pernah memprakarsai pendirian rumah sakit tanpa kelas di Sukabumi saat menjabat sebagai anggota DPR RI. Rumah sakit dibangun untuk memastikan masyarakat miskin mendapatkan layanan kesehatan yang setara. Namun, bangunan itu kini tak berfungsi sebagaimana mestinya akibat tersendatnya perizinan dari pemerintah daerah.
“Saya dirikan rumah sakit tanpa kelas agar tak ada diskriminasi layanan. Tapi karena masalah izin, bangunan itu sekarang tidak difungsikan. Ini bukti nyata niat baik sering terkendala birokrasi,” tegasnya.
Desakan Konkret
Ribka mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera mengambil langkah serius, dengan menyoroti empat poin utama sebagai prioritas nasional:
1. Penguatan layanan kesehatan primer, termasuk pemberian obat cacing massal secara rutin hingga ke desa-desa terpencil.
2. Penyediaan sanitasi dan air bersih yang layak, karena penyakit ini sangat berkaitan dengan lingkungan kotor dan kondisi kemiskinan.
3. Pengalokasian anggaran prioritas untuk anak-anak rentan, khususnya di wilayah tertinggal dan rawan gizi buruk.
4. Edukasi kesehatan masyarakat secara masif, agar keluarga memahami pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Ia juga mengingatkan agar persoalan kesehatan anak tidak dijadikan komoditas politik semata.
“Ini bukan soal perdebatan anggaran di Senayan, tapi soal nyawa anak-anak di kampung. Jangan sampai mereka menjadi korban kelalaian negara,” pungkasnya.
Refleksi Ironi Nasional
Kematian balita Raya menjadi cermin buram wajah kesehatan Indonesia. Di tengah klaim pembangunan dan capaian statistik kesehatan, kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak anak Indonesia yang hidup tanpa jaminan dasar untuk tetap sehat.
Negara, menurut Ribka, tak boleh hanya hadir lewat spanduk kampanye atau laporan kinerja. Saat seorang anak meninggal karena penyakit sederhana yang bisa dicegah, maka saat itulah seluruh elemen pemerintahan harus berefleksi: apakah pembangunan yang diklaim telah benar – benar menyentuh rakyat.
( Yuyi Rohmatunisa)
Komentar