Kota Serang– kemajuanrakyat.id-Nayla Rizkia Utami, Mahasiswa Fakultas Hukum Untirta menyatakan Sistem Online Single Submission (OSS) yang dirancang untuk mempermudah perizinan usaha di Indonesia ternyata menyimpan celah serius yang berdampak pada pengawasan hukum dan kepatuhan sosial.
OSS memungkinkan pengusaha mengurus seluruh izin melalui satu portal elektronik tanpa harus datang ke berbagai instansi. Namun, kasus Holywings menunjukkan bahwa kemudahan administrasi belum tentu sejalan dengan prinsip etika dan kepatuhan hukum.
Kasus ini bermula pada tahun 2022 di DKI Jakarta, ketika manajemen Holywings meluncurkan promosi minuman beralkohol gratis bagi pengunjung bernama “Muhammad” dan “Maria.” Promosi tersebut memicu reaksi keras masyarakat karena dianggap menistakan simbol keagamaan. Darisini, muncul pemeriksaan menyeluruh terhadap legalitas usaha Holywings di berbagai daerah.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan beberapa gerai Holywings belum memiliki izin usaha bar atau penjualan minuman beralkohol yang sesuai, meskipun secara administratif mereka terdaftar dalam OSS,” ujarnya Rabu, (5/11/2025).
“Ini menunjukkan sistem yang legal secara formal belum tentu adil atau etis bagi masyarakat.”
Kasus ini juga menyoroti lemahnya koordinasi antar instansi. Pemerintah daerah, yang saling memahami kondisi sosial masyarakat, tidak memiliki peran dominan dalam menilai dampak izin yang diterbitkan melalui OSS pusat. Ketidaksinkronan menimbulkan pertanyaan, siapa yang seharusnya bertindak ketika izin sah secara administratif menimbulkan keresahan publik?
Dalam kondisi tersebut, kolaborasi pusat dan daerah menjadi sangat penting. Pemerintah pusat melalui OSS perlu memastikan akurasi dan transparansi data perizinan, sementara pemerintah daerah harus aktif melakukan verifikasi lapangan dan menilai dampak sosial yang mungkin muncul.
“Perizinan tidak boleh hanya sah secara administratif,” tegasnya.
“Harus selaras dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik agar OSS benar-benar menjadi instrumen pengaturan usaha yang adil, etis, dan berpihak pada kepentingan publik, sesuai UU No. 30 Tahun 2014,” tuturnya.
Kasus Holywings menjadi pelajaran penting bahwa digitalisasi perizinan tidak otomatis menjamin tertib administrasi atau kepatuhan sosial. Tanpa pengawasan terpadu dan evaluasi menyeluruh, izin usaha yang sah secara formal bisa tetap menimbulkan konflik dan keresahan di masyarakat.
(Yuyi Rohmatunisa)











Komentar