Lebak, Kemajuanrakyat.Id-Pernyataan kontroversial seorang anggota DPRD Provinsi Banten yang menyebut pemerintah “goblok” dalam merespons penderitaan korban bencana alam di Kabupaten Lebak memicu perdebatan publik. Namun, di tengah sorotan terhadap etika berbahasa, sejumlah pihak justru menilai bahwa substansi kritik tersebut mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap lambannya penanganan pascabencana.
Salah satu suara keras datang dari pemuda asal Kabupaten Lebak, Repi Rizali. Ia menilai bahwa yang lebih tidak etis dari kata-kata kasar adalah sikap diam para pejabat di tengah kesengsaraan masyarakat.
“Kalau etika dimaknai sebagai kebiasaan yang diukur dari kepantasan publik, maka yang tidak beretika itu adalah wakil rakyat atau pejabat negara yang diam dan bungkam di tengah kesengsaraan rakyat,” kata Repi Minggu, (18/5/2025).
Menurutnya, tindakan diam saat masyarakat masih tinggal di hunian sementara (huntara) selama lima tahun setelah bencana, adalah bentuk nyata dari ketidakpekaan sosial dan kegagalan negara memenuhi tanggung jawabnya.
“Kalau memang tidak mau disebut goblok, ya buatkan tempat tinggal yang layak bagi para korban. Korban sudah lima tahun hidup di huntara, terus kami harus bilang pemerintah bagus? Nggak masuk akal,” ujarnya tegas.
Repi menilai bahwa publik seharusnya lebih fokus pada permasalahan utama, yakni nasib para korban bencana yang terlantar, bukan pada gaya penyampaian kritik.
“Ucapan keras dari anggota dewan itu tidak menyengsarakan rakyat. Yang menyengsarakan adalah ketidakpedulian pemerintah terhadap rakyat yang sudah bertahun-tahun menderita,” katanya.
Ia pun mendesak Pemerintah Kabupaten Lebak, Pemerintah Provinsi Banten, dan Pemerintah Pusat untuk segera bersinergi dan mengambil langkah nyata menyelesaikan permasalahan di Kampung Cigobang, Desa Banjarsari, Kecamatan Lebak Gedong.
“Sudah cukup rakyat menderita. Kami minta semua pihak duduk bersama, cari solusi, dan hentikan perdebatan yang tidak menyentuh akar masalah,” pungkas Repi.
( Yuyi Rohmatunisa)
Komentar