Kota Serang — Kemajuanrakyat.id-Nama Sate Haji Said atau Said Sate tidak lagi asing bagi masyarakat Kota Serang. Berawal dari usaha kuliner sederhana di Jalan Sultan Ageng Tirtayasa, sosok Haji Said bin Sugiri kini menjelma menjadi pengusaha properti melalui PT Regha Adhan Persada, tanpa meninggalkan nilai-nilai kejujuran dan silaturahim yang menjadi dasar hidupnya.
Pertemuan antara penulis, Rustamunadi, Dr. (C), S.H., M.H., C.M., Associate Professor Hukum Ekonomi dan Hukum Bisnis UIN Banten, dengan Haji Said berlangsung Selasa, (28/10/2025) Dalam perbincangan menjelang waktu Zuhur itu, tampak kuat karakter Jawara Banten dalam diri pengusaha yang dikenal sederhana.
Sejak muda, Haji Said menekuni dunia kuliner dengan berjualan sate di kawasan Royal, Serang. Berkat ketekunan dan cita rasa khasnya, usaha itu berkembang hingga memiliki beberapa cabang di Pasar Taman Sari, Kantin Jalan Juhdi, serta Cigabus, bersebelahan dengan Pasar Induk Rau dan Hotel Inayah Syariah.
“Awalnya tidak punya nama. Orang-orang yang kasih nama Sate Haji Said, akhirnya melekat sampai sekarang,” tutur Haji Said.
Dari hasil usaha kuliner itulah, ia bersama keluarga mampu membangun dua kompleks perumahan dan tengah menyiapkan pengembangan kawasan baru seluas 24 hektare di Curug, Kota Serang.
Transformasi dari pedagang sate menjadi pengembang properti dilakukan dengan tetap berpegang pada nilai keluarga. Melalui PT Regha Adhan Persada, Haji Said mengembangkan Grand Saida Residence di Sepang dan Perumahan Suka-Suka di Muntil, yang menawarkan konsep fleksibilitas pembayaran dan keadilan sosial. Sementara itu, rencana pembangunan perumahan subsidi di Desa Curug menjadi bentuk pengabdian sosial keluarga.
“Usaha ini bukan sekadar bisnis, tapi juga ladang ibadah. Kami berpegang pada prinsip jujur, amanah, dan tidak menzalimi orang lain,” ujarnya.
Nilai-nilai tidak lahir begitu saja. Ayahnya, Haji Giri dari Terumbu, Kasemen, dikenal sebagai pendekar dan tokoh masyarakat yang menanamkan kedisiplinan lewat pencak silat serta petuah hidup bekerja keras, belajar, dan menjaga kekuatan diri. Prinsip itulah yang menjadi pondasi kehidupan keluarga hingga kini.
Dalam setiap usaha, Haji Said selalu menanamkan nilai spiritual. Ia mengamalkan ayat iyyāka na‘budu wa iyyāka nasta‘īn dari Surah Al-Fatihah sebagai pedoman, serta semboyan unik yang diwariskan kepada para karyawannya “SEPANYOL” Jangan Separoh Nyolong. Maknanya, kejujuran harus dijaga utuh dalam setiap transaksi.
Dalam hal jual beli, ia tetap mempertahankan tradisi akad lokal Banten. “Kalimatnya sederhana Kule terima wade dari penjual, lan kule terima tumbas dari pembeli. Kalau sudah begitu, sah,” jelasnya.
Bagi Haji Said, seorang Jawara Banten bukan hanya ahli silat, tetapi juga berakhlak, rendah hati, dan berani jujur.
“Ilmu silat di belakang, akal bisnis di depan. Harus seimbang antara usaha dan etika,” ujarnya.
Menjelang waktu Zuhur, pertemuan pun ditutup dengan doa bersama. Rustamunadi berpamitan sembari menyampaikan harapan agar Haji Said senantiasa diberi keberkahan umur dan kelanggengan dalam usaha.
“Semoga niat baik dan kerja keras beliau menjadi inspirasi bagi generasi muda Banten untuk membangun negeri dengan cara yang halal dan bermartabat,” tegas Rustamunadi.
( Bayu Sukma Kelana)












Komentar