oleh

Autoimun Masih Sulit Dikenali, Ini Penjelasan Dosen FK UNJANI

Bandung – kemajuanrakyat.id-Penyakit autoimun masih menjadi salah satu kondisi medis yang kerap disalahpahami masyarakat. Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI), dr. Siska Telly Pratiwi, M.Kes., menegaskan bahwa autoimun bukan penyakit menular dan hingga kini penyebab pastinya masih terus diteliti.

“Autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh tidak mampu mengenali bagian dari tubuhnya sendiri dan menganggapnya sebagai benda asing,” kata dr. Siska kepada wartawan, Sabtu (27/12/2025).

Menurutnya, penyakit autoimun memiliki banyak jenis dengan gejala klinis yang beragam, sehingga kerap sulit dikenali sejak awal. Berbeda dengan penyakit infeksi yang memiliki penyebab jelas, autoimun sering kali muncul tanpa tanda khusus.

“Kalau demam karena infeksi, kita tahu penyebabnya bakteri atau virus. Pada autoimun, pemicunya masih menjadi tanda tanya,” ujarnya.

dr. Siska menjelaskan bahwa sebagian besar autoimun dipengaruhi faktor bawaan atau genetik. Meski demikian, ia menegaskan bahwa COVID-19 maupun vaksin tidak terbukti menjadi penyebab munculnya penyakit autoimun.

“Sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang menyatakan vaksin atau infeksi COVID-19 menyebabkan autoimun,” tegasnya.

Ia menyebutkan lupus sebagai salah satu jenis autoimun yang paling sering ditemukan, khususnya pada perempuan. Namun, setiap pasien dapat menunjukkan gejala yang berbeda-beda.

“Karena gejalanya tidak sama, diagnosis autoimun harus dilakukan melalui pemeriksaan dokter dan didukung pemeriksaan laboratorium,” jelasnya.

Terkait pencegahan, dr. Siska menekankan pentingnya menjaga pola hidup sehat untuk membantu menurunkan risiko munculnya penyakit autoimun maupun mencegah kekambuhan.

“Olahraga rutin, pola makan seimbang, dan mengurangi konsumsi makanan cepat saji sangat dianjurkan. Autoimun memang tidak selalu bisa dicegah, tetapi gaya hidup sehat dapat membantu menjaga daya tahan tubuh,” jelasnya.

Ia menambahkan, meskipun terdapat faktor keturunan, tidak semua anak dari penderita autoimun akan mengalami kondisi serupa. Penelitian terkait pengobatan dan pencegahan autoimun pun terus berkembang hingga saat ini.

“Pencegahan tetap menjadi kunci. Mengubah kebiasaan memang sulit, tetapi menjaga kesehatan sejak dini jauh lebih baik daripada harus menjalani pengobatan jangka panjang,” tutupnya.

(Yuyi Rohmatunisa)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed