oleh

Warga Cibetus Tuntut Keadilan di PN Serang Kami Bukan Kriminal, Kami Hanya Ingin Hidup Sehat

Kota Serang,Kemajuanrakyat.id-Puluhan warga Kampung Cibetus, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang menggelar aksi unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri/PHI/Tipikor Serang Kelas IA, Senin (30/6/2025). Mereka menuntut keadilan atas penangkapan sejumlah warga yang dituding melakukan pembakaran kandang ayam milik perusahaan peternakan.

Dalam aksi yang berlangsung damai, aparat kepolisian terlihat berjaga ketat dan turut mengatur lalu lintas guna menjaga kelancaran dan ketertiban sekitar gedung pengadilan.

“Hari ini ada sidang. Di dalam sudah ada pihak keluarga. Kita masih menunggu jalannya persidangan. Kami mohon kepada yang mulia majelis hakim untuk membebaskan seluruh warga Kampung Cibetus,” ujar Asep kepada wartawan, salah satu warga yang ikut dalam demonstrasi.

Konflik Berkepanjangan Dari Bau Busuk Hingga Penangkapan

Masalah lingkungan di Kampung Cibetus bermula sejak 2013, saat sebuah peternakan ayam dengan kapasitas 30.000 ekor mulai beroperasi. Peternakan yang awalnya milik perorangan itu menimbulkan bau menyengat, wabah lalat, dan pencemaran air tanah. Warga melaporkan meningkatnya kasus penyakit kulit, infeksi pernapasan, bahkan kematian akibat gangguan paru-paru.

Setelah sempat ditutup pada 2018 karena protes keras warga, peternakan tersebut kembali beroperasi di tahun 2019 di bawah naungan PT. STS dengan skala yang jauh lebih besar kapasitas mencapai 270.000 ayam. Pembangunan kandang baru dilakukan tanpa sosialisasi atau izin lingkungan dari warga sekitar.

“Air sumur kami berubah warna dan bau. Anak-anak kami sakit, banyak yang mengalami gangguan pernapasan. Kami sudah kirim surat ke desa, camat, dinas, bahkan ke bupati tapi tidak ada tanggapan,” tuturnya.

Aparat Dinilai Represif, Pesantren Ditutup Sementara

Situasi memanas sejak insiden kebakaran kandang pada 24 November 2024. Warga yang sebelumnya kooperatif dalam pemeriksaan justru dituduh sebagai pelaku pembakaran. Dua bulan setelahnya, aparat bersenjata lengkap melakukan penangkapan secara tiba-tiba di malam hari, memicu kepanikan dan trauma.

“Perempuan dan anak-anak ditodong senjata. Pondok pesantren didobrak. Santri dipulangkan. Aktivitas keagamaan lumpuh. Ini sangat tidak manusiawi,” ungkapnya.

Pesantren Al-Istiqomah, salah satu yang tertua di Padarincang dan didirikan oleh ulama besar Banten Abuya Mufassir, terpaksa menghentikan seluruh aktivitas karena situasi yang tidak kondusif.

Bupati Lama dan Baru, Harapan Warga Tetap Sama

Dalam orasinya, warga menyebut bahwa pergantian kepemimpinan dari Bupati sebelumnya, Ratu Tatu Chasanah ke Bupati saat ini, Ratu Rachmatu Zakiyah belum membawa perubahan berarti.

“Kami tidak tahu siapa yang harus bertanggung jawab, apakah Bupati dulu atau yang sekarang. Tapi yang jelas, kepala daerah sebagai pemangku kebijakan harus hadir dan mendengar kami,” tegas Asep.

Warga menyayangkan minimnya tanggapan dari Pemerintah Kabupaten Serang, meskipun laporan dan permintaan audiensi telah dilakukan. Mereka menyatakan akan kembali turun ke jalan jika dalam waktu satu minggu tidak ada langkah konkret dari Pemkab.

Tuntutan Keadilan: Uji Nyata Demokrasi dan Hukum

Aliansi Padarincang Melawan menilai kasus Cibetus adalah cermin dari krisis demokrasi yang mengorbankan rakyat kecil demi kepentingan korporasi besar.

“Kami meminta kepada majelis hakim agar memutuskan bebas bagi seluruh warga Kampung Cibetus. Mereka bukan pelaku kriminal, tapi korban dari kelalaian dan pembiaran pemerintah terhadap pencemaran lingkungan,” tandasnya.

Aksi hari ini bukan hanya soal persidangan, melainkan panggilan nurani. Apakah hukum di Indonesia berpihak pada rakyat, atau pada modal? Warga berharap, Pengadilan Negeri Serang dapat menjadi benteng terakhir keadilan bagi mereka yang selama ini dipinggirkan.

( Yuyi Rohmatunisa)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed