Kota Serang– kemajuanrakyat.id-Tim Hukum Universitas Bina Bangsa, Wahyudi, S.H, M.H di dampingi Faturohman, S.H, M.H angkat bicara terkait dugaan kasus pelecehan seksual verbal yang belakangan ramai diperbincangkan di lingkungan kampus.
Dalam wawancara kepada wartawan Rabu, (27/8/2025). Wahyudi, menegaskan bahwa hingga saat ini belum terdapat laporan resmi dari pihak korban kepada Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKPT).
“Yang memiliki otoritas dalam penanganan kasus ini adalah Wakil Rektor III selaku Ketua Satgas PPKPT. Namun, berdasarkan klarifikasi kami, hingga kemarin belum ada laporan resmi dari korban, baik secara lisan maupun tertulis,” ungkap Wahyudi.
Menurut Wahyudi, sebagai praktisi hukum yang tergabung dalam tim hukum kampus, setiap proses hukum atau pemanggilan terhadap terduga pelaku seharusnya didasarkan pada laporan resmi. Ia menyebut, pemanggilan tanpa adanya dasar hukum yang sah berisiko memicu persoalan hukum baru.
“Jika seseorang diperiksa atau dikenai sanksi tanpa dasar laporan resmi, bisa saja hal itu dikategorikan sebagai tindakan sewenang-wenang dan berpotensi digugat secara hukum, termasuk atas dugaan pencemaran nama baik,” ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya menilai bahwa peristiwa yang terjadi sejauh ini masih sebatas konsultasi mahasiswa kepada kampus. “Belum bisa disebut proses hukum karena laporan tertulis tidak ada. Ketika kami tanyakan, pihak satgas berdalih belum tersedia posko pengaduan. Tapi menurut kami, alasan tersebut tidak cukup. Laporan bisa disampaikan secara langsung kepada ketua satgas atau dengan surat resmi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Wahyudi menyoroti status mahasiswi yang disebut sebagai korban. “Informasi yang kami terima, yang bersangkutan sudah menyelesaikan sidang skripsi dan revisi. Jika demikian, secara administratif, ia bukan lagi mahasiswa aktif. Dalam sistem administrasi seperti Smart Campus atau AKA, statusnya sudah berubah menjadi alumni,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, tim hukum juga menyayangkan langkah klarifikasi terhadap terduga pelaku tanpa adanya laporan. Mereka menilai hal tersebut sebagai bentuk tindakan prematur yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Kami tidak membela siapa pun. Ketika satgas keliru, kami tegur. Ketika pelaku terbukti dan menghindar, kami juga dorong agar diproses. Tapi prosesnya harus benar, harus ada landasan hukumnya,” tegas Wahyudi.
PMII Desak Kampus Tindak Tegas Oknum Dosen Pelaku Pelecehan Seksual
Sebelumnya, dugaan kasus pelecehan seksual verbal ini mencuat setelah Komisariat PMII Universitas Bina Bangsa menyuarakan protes keras terhadap dugaan tindakan tak senonoh yang dilakukan oleh seorang oknum dosen terhadap mahasiswi.
Dalam pernyataan resminya, PMII menilai bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran berat terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan etika akademik. Mereka menuntut agar kampus segera melakukan investigasi menyeluruh dan menjatuhkan sanksi tegas apabila terbukti terjadi pelanggaran.
“Kampus adalah ruang aman dan bermartabat. Tidak boleh ada toleransi terhadap bentuk kekerasan seksual apa pun, termasuk secara verbal. Jika terbukti, pelaku harus ditindak tegas,” ujar juru bicara PMII dalam rilis yang diterima redaksi.
PMII juga menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka mendesak agar korban diberikan perlindungan maksimal, serta mendesak kampus untuk bertindak cepat dan transparan.
Dorongan Transparansi dan Kepastian Prosedural
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut reputasi institusi pendidikan serta hak-hak mahasiswa yang harus dilindungi. Tim hukum dan PMII berada pada posisi yang sama dalam hal menolak pelecehan seksual di lingkungan kampus, namun berbeda dalam menilai kesiapan prosedur penanganan kasus.
Tim hukum menegaskan pentingnya formalisme hukum agar tidak menimbulkan preseden buruk, sementara PMII mendesak kampus agar tidak menutup mata terhadap dugaan pelanggaran etik oleh tenaga pengajar.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kampus belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait langkah konkret yang akan diambil dalam menangani kasus ini. Pihak rektorat dan Satgas PPKPT juga belum memberikan konfirmasi lebih lanjut atas belum adanya laporan resmi dari korban.
( Yuyi Rohmatunisa)
Komentar