oleh

Rektor UIN SMH Banten Bertindak Sebagai Khatib Saat Wukuf di Arafah, Serukan Kesadaran Hakiki dalam Kesederhanaan

Makkah, Kemajuanrakyat.Id-Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin (UIN SMH) Banten, Prof. Dr. H. Wawan Wahyuddin, M.Pd., mendapat kehormatan bertindak sebagai khatib dalam pelaksanaan wukuf di Arafah, Sabtu (7/6/2025). Dalam khutbah yang penuh makna, Prof. Wawan mengajak jamaah untuk merefleksikan esensi kehidupan, menghayati kesederhanaan, dan menundukkan diri di hadapan Allah SWT.

Prof. Wawan menekankan bahwa wukuf di Arafah bukan sekadar berkumpul secara fisik, melainkan juga panggilan ruhani untuk menyadari hakikat keberadaan manusia.

“Di Arafah, manusia berkumpul tanpa mengenal pangkat, jabatan, atau asal-usul. Semua berdiri dalam ketundukan yang sama, di bawah langit yang menjadi saksi linangan air mata dan doa yang terangkat tinggi,” ungkapnya dari mimbar Arafah.

Ia menyampaikan bahwa keseragaman pakaian ihram adalah simbol kerendahan hati dan pengingat bahwa semua manusia akan kembali kepada Tuhan tanpa membawa apa pun selain amal.

“Pakaian ihram adalah simbol ketawaduan. Ia mencabut keangkuhan dan melepas simbol-simbol kedudukan. Di hadapan Tuhan, yang tersisa hanyalah diri yang sejati rapuh, berharap, dan penuh harap atas kasih-Nya,” ujar Prof. Wawan.

Khutbah juga mengajak jamaah untuk merenungi malam di Muzdalifah sebagai momen muhasabah dan perenungan yang dalam, bukan sekadar tempat bermalam. Sementara itu, di Mina Prof. Wawan menjelaskan bahwa ritual lempar jumrah menjadi sarana spiritual untuk membuang sifat-sifat buruk dalam diri.

“Setiap batu yang dilempar bukan sekadar mengenai sasaran fisik, tetapi menyasar penyakit-penyakit batin: iri, dengki, hasud, pelit, sombong, dendam, dan kufur nikmat. Ini adalah latihan untuk menundukkan nafsu dan mempertegas tekad menuju perubahan diri,” tegasnya.

Di akhir khutbah, suasana menjadi haru ketika Prof. Wawan mengingatkan bahwa seluruh rangkaian ibadah haji adalah cerminan dari perjalanan manusia menuju yaumil mahsyar, yakni hari ketika seluruh umat dikumpulkan untuk mempertanggungjawabkan kehidupannya di dunia.

“Hari ini kita wukuf di Arafah, esok kita akan wukuf di Mahsyar. Bila hari ini kita berkumpul dengan sesama dalam balutan kain ihram yang putih dan sederhana, maka kelak di Mahsyar kita pun akan dikumpulkan dalam keadaan yang sama tanpa harta, tanpa gelar, tanpa status. Hanya amal yang akan menyelamatkan. Maka, bersihkanlah hati, luruskanlah niat, dan jadikan haji ini sebagai titik balik menuju ketakwaan yang sejati.”

Khutbah tersebut mengundang keharuan dari para jamaah. Banyak yang terisak dalam doa, menyadari bahwa ibadah haji adalah perjalanan pulang dari dunia menuju akhirat, dari diri yang penuh dosa menuju harapan diterimanya taubat dan ampunan dari Allah SWT.

( Yuyi Rohmatunisa)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed