oleh

PAD Banten Tinggi Tanpa Kerja Nyata, Pejabat Tidur, Uang Tetap Mengalir

Kota Serang– Kemajuanrakyat.id-Di balik capaian membanggakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Banten yang mencapai Rp.8,66 triliun pada tahun anggaran 2024, terdapat ironi yang tak bisa diabaikan sebagian besar pendapatan tersebut bukan berasal dari kerja keras aparatur pemerintah daerah, melainkan “anugerah alam” dan regulasi pusat.

“Kalau pejabatnya tidur atau hanya jalan-jalan saja, PAD itu tetap masuk. Karena itu bukan hasil kinerja, tapi karena keberuntungan regulasi,” kata H. Akhmad Jajuli, Pengamat Kebijakan Publik, kepada wartawan, Sabtu (12/7/2025).

Ia mencontohkan, komponen utama PAD Banten berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), dan Pajak Rokok. “Keempat komponen itu menyumbang Rp 8,46 triliun. Hampir seluruh PAD berasal dari sana,” ujarnya.

PAD Bukan Ukuran Kinerja, Tapi Cermin Ketergantungan

Jajuli menilai, tingginya angka PAD ini tidak serta – merta menunjukkan kemandirian daerah yang sejati. “Itu bukan hasil dari inovasi atau intensifikasi. Kalau lulusan SMP pun duduk sebagai pejabat, pendapatan sebesar itu tetap akan masuk,” tandasnya.

Menurutnya, hanya sekitar Rp.196 miliar PAD yang benar-benar berasal dari kerja aparatur, yakni dari Pajak Air Permukaan dan sejumlah retribusi daerah lainnya. Jumlah ini sangat kecil dibanding total PAD Rp 8,66 triliun.

Ia mengingatkan, ketergantungan terhadap empat komponen pajak utama sangat berisiko. Pengalaman pandemi Covid-19 menjadi pelajaran berharga.

“Ketika daya beli turun, Penerimaan PAD langsung anjlok. Bahkan sempat tak sampai 50 persen dari target,” jelasnya.

Akibatnya, Pemprov Banten kala itu terpaksa mengajukan pinjaman daerah ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). “Cicilannya sebesar Rp 138,4 miliar per tahun, dan baru akan lunas tahun 2028,” ujarnya.

Pinjaman itu digunakan untuk mendanai proyek-proyek besar, seperti Banten International Stadium (BIS), Jembatan Bogeg (R. Aria Wasangkara), dan infrastruktur lainnya.

Perlu Diversifikasi PAD, Bukan Andalkan Kendaraan

Lebih lanjut, Jajuli mengapresiasi langkah Pemprov Banten membebaskan BBN-KB untuk kendaraan luar daerah dan pembangunan jalan poros desa. “Tapi itu hanya menambah jumlah wajib pajak kendaraan, belum menambah jenis sumber PAD baru,” ucapnya.

Pembangunan jalan poros desa dengan anggaran Rp.54 miliar untuk 11 ruas di Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang dan Tangerang dinilainya strategis. Namun ia menegaskan, “Intensifikasi dan diversifikasi PAD di luar empat pajak utama harus menjadi prioritas.”

Postur APBD 2024 dan Tantangan Pengawasan

Dalam pengamatannya terhadap postur APBD Banten 2024, Jajuli mencatat total pendapatan mencapai Rp. 11,74 triliun, sementara belanja sebesar Rp.11,86 triliun.

“Artinya defisit, ditutup lewat pembiayaan dari sisa lebih anggaran tahun sebelumnya,” katanya.

Ia merinci, belanja terbesar masih didominasi belanja barang dan jasa sebesar Rp 3,56 triliun, disusul belanja pegawai Rp 2,63 triliun, serta belanja hibah hampir Rp.1 triliun.

“Ini penting dikritisi secara konstruktif, karena dijamin oleh Undang-undang. Yakni Pasal 354 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” tandasnya.

Selain itu, pengeluaran pembiayaan sebesar Rp.143,49 miliar, termasuk untuk cicilan pokok utang PT SMI, juga patut mendapat pengawasan. “Rasio utang daerah, meski kecil, tetap harus dikendalikan,” ujarnya.

Harapan untuk Pemimpin Baru

Dengan telah lengkapnya kepemimpinan daerah dari Gubernur, Wakil Gubernur, Pimpinan DPRD hingga Sekda. Jajuli berharap pengelolaan keuangan dan peningkatan PAD bisa dilakukan lebih serius.

“Semoga Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, Andra Soni dan A. Dimyati Natakusumah, bisa mewujudkan visi mereka: Provinsi Banten yang Maju, Adil, Merata dan Tidak Korupsi,” tutupnya.

( Yuyi Rohmatunisa)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed