oleh

Kohati Uniba Desak Tindakan Tegas, Satgas PPKPT Jangan Hanya Formalitas

Kota Serang– kemajuanrakyat.id-Dugaan kasus pelecehan verbal yang diduga dilakukan oleh seorang dosen Universitas Bina Bangsa (Uniba) kembali mencoreng integritas dunia akademik. Menanggapi hal ini, Korps HMI-Wati (Kohati) Komisariat Uniba menyuarakan sikap tegas agar kampus dan pihak terkait segera mengambil langkah konkret.

Sekretaris Umum Kohati Uniba, Ana Ainun Musyarofah, menegaskan bahwa pelecehan verbal merupakan bentuk kekerasan yang berdampak serius terhadap martabat dan psikologis mahasiswa.

“Pelecehan verbal bukan hanya pelanggaran etik, melainkan bentuk kekerasan yang merusak martabat mahasiswa. Jika kampus menutup mata atau hanya berformalitas, sama saja ikut melanggengkan kekerasan itu sendiri,” kata Ana dalam pernyataan resminya, Rabu (27/8/2025).

Kohati menilai, kasus ini mencerminkan lemahnya sistem perlindungan terhadap mahasiswa, khususnya perempuan, di lingkungan kampus. Mereka mendesak agar pelaku diberi sanksi tegas hingga pencabutan hak mengajar, sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Tiga Tuntutan Kohati

Dalam sikap resminya, Kohati mengajukan tiga tuntutan:

1. Aktivasi Satgas PPKPT

Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKPT) Uniba dinilai belum menjalankan tugas secara optimal. Kohati merujuk pada Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 yang mengamanatkan agar Satgas aktif, profesional, dan independen.

2. Investigasi dan Sanksi Tegas, Kohati meminta agar kampus melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan kasus dan menjatuhkan sanksi sesuai Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

3. Integrasi Pendidikan Kesetaraan Gender, Kohati mendorong agar pendidikan kesetaraan gender dimasukkan dalam kurikulum dan pelatihan dosen, guna membangun lingkungan akademik yang sadar gender dan bebas dari kekerasan.

Dukungan HMI dan Kohati

Ketua Umum HMI Komisariat Uniba, Ariya Bima, turut menyatakan sikap menolak segala bentuk pelecehan seksual, terlebih jika dilakukan oleh pihak internal kampus.

“Kampus bukan hanya tempat belajar, tapi juga ruang membangun karakter. Jika pelaku berasal dari dalam, ini mencederai kepercayaan mahasiswa terhadap institusi,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Kohati, Resta Olimpia, menyampaikan apresiasi terhadap keberanian korban yang berani bersuara.

“Korban tidak hanya bersuara untuk dirinya, tapi mewakili banyak yang belum mampu bicara. Jika terbukti, dosen bersangkutan wajib dihukum sesuai undang-undang,” kata Resta.

Bendahara Umum Kohati, Ratu Bilqis Nurhaida, menekankan pentingnya langkah nyata pasca-aksi demonstrasi mahasiswa.

“Harus ada aturan yang jelas, tim yang bekerja, dan sanksi nyata bagi pelaku. Jangan sampai kasus ini hanya jadi konsumsi publik sesaat, tanpa penyelesaian,” katanya.

Belum Ada Keterangan Resmi dari Kampus

Hingga berita ini diturunkan, pihak Universitas Bina Bangsa belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan kasus tersebut. Kohati memastikan akan terus mengawal perkembangan kasus, termasuk dengan publikasi berkala dan aksi lanjutan bila diperlukan.

“Kampus punya kewajiban moral dan hukum untuk menindak pelaku dan membangun budaya akademik yang aman dan ramah gender. Kohati tidak akan diam hingga keadilan ditegakkan,” tutup pernyataan Kohati.

( Yuyi Rohmatunisa)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed