oleh

Encep Safrudin, Menghidupkan Nilai Cinta dalam Dunia Pendidikan 

Pandeglang – kemajuanrakyat.id-Konsep Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang diusung Kementerian Agama mendapat dukungan kuat dari tokoh pendidikan dan Pimpinan Pondok Pesantren Fathul Adzmi, Encep Safrudin. Ia menilai pendidikan yang menanamkan nilai kasih sayang, empati, dan tanggung jawab sosial merupakan jawaban atas krisis kemanusiaan yang kian mengkhawatirkan.

“Pendidikan harus melahirkan manusia yang tidak hanya cerdas, tapi juga berakhlak. Kurikulum berbasis cinta adalah jalan untuk menciptakan perubahan sosial yang lebih mendalam dan berkelanjutan,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (1/8/2025).

Menurutnya, pendidikan tidak cukup hanya mengajarkan pengetahuan. Tanpa ditopang nilai-nilai kemanusiaan, sistem pendidikan justru berpotensi melahirkan individu yang terasing dan tercerai oleh perbedaan.

“Kurikulum ini mengutamakan penanaman nilai-nilai universal seperti kasih sayang, toleransi, dan empati. Ini adalah upaya membangun pendidikan yang manusiawi dan selaras dengan sila kedua Pancasila, yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,” jelasnya.

Lebih dari sekadar kurikulum, Encep menekankan pentingnya manajemen pendidikan berbasis cinta yang menumbuhkan iklim belajar harmonis antara guru dan siswa. Ia menyebutkan, pendekatan ini menumbuhkan motivasi belajar secara alami karena siswa merasa dicintai, dihargai, dan didukung.

“Ketika siswa merasa aman secara emosional, proses belajar menjadi lebih efektif. Guru bukan hanya mengajar, tetapi juga mendampingi dengan hati,” terangnya.

Ia memaparkan lima pilar utama dalam manajemen berbasis cinta, yaitu dukungan hati tulus dari guru, empati yang mendalam, motivasi belajar intrinsik, kehangatan emosional, dan pendekatan psikologis yang mendukung perkembangan siswa.

Meski demikian, ia mengakui masih ada tantangan besar, seperti menjaga keseimbangan antara pencapaian akademik dengan pembentukan karakter. Ia mengingatkan pentingnya manajemen waktu yang efektif agar keduanya dapat berjalan beriringan.

“Jangan sampai pendidikan hanya mencetak siswa pintar, tapi minim empati dan kepedulian,” tegasnya.

Encep menutup dengan pesan bahwa guru sejati adalah mereka yang mengajar dengan cinta kepada Allah, cinta kepada ilmu, dan cinta kepada sesama.

( Yuyi Rohmatunisa)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed