Kota Serang– kemajuanrakyat.id-Sesepuh Tionghoa Banten yang juga pemilik Toko Krakatau Royal, Liem Oi Ping atau akrab disapa Bak Iping, menyoroti dinamika sejarah masuknya etnis Tionghoa ke Indonesia. Ia menyampaikan bahwa sejak awal, kedatangan mereka ke Nusantara bukan untuk menjajah, melainkan untuk berdagang dan membangun kehidupan.
“Orang Tionghoa datang ke Indonesia bukan untuk menjajah, tapi berdagang. Mereka kerja keras, kirim uang ke keluarga di Tiongkok, dan berusaha secara jujur,” kata Bak Iping kepada wartawan, Jumat (3/10/2025).
Menurutnya, gelombang kedatangan orang Tionghoa sejak masa penjajahan Belanda dibagi menjadi beberapa kelompok. Ada yang datang sebagai buruh tambang, ada pula yang menjadi pedagang kecil dan akhirnya berhasil membuka usaha di berbagai daerah.
“Mereka dibayar bekerja di tambang, lalu gajinya digunakan untuk buka pasar malam, tempat hiburan, lalu usaha sendiri. Bahkan ada yang menikah dengan pribumi dan akhirnya menetap,” ujarnya.
Bak Iping menambahkan, sejarah hubungan antara orang Tionghoa dan pribumi tidak bisa dilihat hanya dari konflik atau ketegangan. Banyak interaksi yang justru melahirkan akulturasi budaya, bahkan melahirkan generasi keturunan yang membaur dengan masyarakat lokal.
“Dulu di Banten, ada klenteng berdampingan dengan masjid. Bahkan ada bangsawan yang menikah dengan keturunan Tionghoa. Arsitektur pun saling mempengaruhi. Ini bukti kita bisa hidup berdampingan,” jelasnya.
Ia juga mengkritik kebijakan masa Orde Baru yang melarang berdirinya sekolah – sekolah berbahasa Mandarin. Menurutnya, larangan itu sempat mematikan budaya dan pendidikan komunitas Tionghoa.
“Sekolah-sekolah kami dulu ditutup, tidak boleh belajar bahasa Mandarin. Tapi ketika ada upaya untuk mengembalikan, tidak ada guru yang mau mengajar. Bahkan tempat ibadah seperti klenteng pun sempat dijadikan sekolah,” ujar Bak Iping prihatin.
Ia menekankan, jika masyarakat dan pemerintah ingin menyatukan semua elemen bangsa, maka komunikasi dengan semua kelompok, termasuk etnis Tionghoa, harus dibuka.
“Dulu di zaman Belanda atau Bung Karno, orang Tionghoa diberdayakan. Sekarang justru jarang diajak bicara. Padahal kami ini juga warga negara yang cinta Indonesia,” tegasnya.
Bak Iping berharap sejarah masa lalu dijadikan pelajaran, bukan alasan untuk saling mencurigai. Ia mengajak seluruh masyarakat, termasuk kalangan pengusaha dan warga Tionghoa, untuk bersatu membantu negara dalam menghadapi tantangan ke depan.
( Yuyi Rohmatunisa)
Komentar