Kota Serang, Kemajuanrakyat.Id-Pemerhati kebijakan publik, Ucu Jauhar, mengkritik tajam pengelolaan anggaran pembangunan sekolah di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten.
Dalam pernyataannya Kamis, (5/6/2025). Ucu menyoroti ketimpangan nilai anggaran antara pembangunan unit sekolah baru (USB) dan proyek-proyek bangunan pendidikan lainnya yang dianggap tidak masuk akal.
“Logikanya terbalik. Masa bikin sekolah lengkap dengan kelas, ruang guru dan toilet, lebih murah daripada bangun satu pagar atau satu ruang kelas baru?” kata Ucu.
Temuan tersebut bermula saat dirinya menelusuri anggaran pembangunan empat SMK negeri baru. SMKN 1 dan 2 Cihara di Lebak, serta SMKN 15 dan 17 Pandeglang. Ke empat sekolah ini sudah meluluskan siswa, tetapi hingga kini masih menumpang di sekolah lain. Ironisnya, anggaran pembangunan USB di sekolah-sekolah tersebut hanya berkisar antara Rp2 miliar hingga Rp3,35 miliar.
Sebagai perbandingan, anggaran pembangunan pagar SMKN 6 Kota Tangerang Selatan mencapai Rp.1,25 miliar. Nilai tersebut setara 62% dari anggaran pembangunan satu USB di SMKN Cihara. “Kalau dikurangi nilai pagar itu, sisa anggaran buat bangun seluruh ruang sekolah cuma Rp.700 juta. Itu cukup buat apa? Kelas, ruang guru, toilet? Luar biasa murahnya,” ujar Ucu.
Lebih jauh, Ucu mengungkapkan adanya kejanggalan lain. Pembangunan ruang kelas baru (RKB) di beberapa sekolah justru lebih mahal dibandingkan pembangunan satu USB. Contohnya, pembangunan RKB di SMKN 1 Baros menyedot dana Rp.5,99 miliar, jauh melampaui pembangunan USB di SMKN 1 Cihara yang hanya Rp.2 miliar. “Ini ibarat beli motor seharga Rp.18 juta, tapi joknya doang Rp.60 juta,” sindirnya.
Tak berhenti disitu, biaya rehabilitasi bangunan sekolah pun disebut lebih tinggi dibandingkan membangun baru. Rehabilitasi kelas di SMKN 1 Pandeglang, misalnya, menelan biaya Rp.2,6 miliar. Sementara pembangunan laboratorium baru di SMAN 1 Panggarangan hanya Rp.900 juta, tetapi biaya rehabilitasinya di SMKN 1 Wanasalam mencapai Rp.1 miliar.
Disparitas anggaran juga terjadi secara geografis. Sekolah-sekolah baru di wilayah Banten Utara menerima anggaran hingga Rp.14 miliar, seperti SMAN 9 Kota Serang dan SMAN 33 Kabupaten Tangerang. Di sisi lain, sekolah baru di wilayah Banten Selatan hanya dialokasikan maksimal Rp.3,35 miliar.
Contoh lain ketimpangan itu terlihat pada SMKN 1 Baros yang memiliki dua rombongan belajar (rombel) tetapi mendapatkan total proyek senilai Rp.12 miliar. Sementara SMKN 1 Cihara dengan enam rombel hanya diberi anggaran Rp.2 miliar.
“Kalau memang mau adil dan merata, harusnya proporsional. Jangan cuma semua kebagian, tapi besarannya jomplang. Ini bukan pemerataan, ini pembiaran,” tegas Ucu.
Ia mendesak agar Dindikbud Banten dan pihak-pihak terkait, termasuk inspektorat dan lembaga pengawas lainnya, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan anggaran tersebut agar pendidikan di Banten benar-benar berpihak pada pemerataan dan keadilan.
Data Pembanding: Proyek Konstruksi Pendidikan di Banten
Pembangunan USB (Unit Sekolah Baru):
1. SMAN 9 Kota Serang: Rp.14 miliar
2. SMKN 15 Pandeglang: Rp.3,35 miliar
3. SMKN 1 Cihara: Rp.2 miliar
Pembangunan RKB (Ruang Kelas Baru):
1. SMKN 1 Baros: Rp.5,99 miliar
2. SMAN 1 Tirtayasa: Rp.2,2 miliar
Rehabilitasi Bangunan:
1. SMKN 1 Pandeglang (kelas): Rp.2,6 miliar
2. SMKN 1 Wanasalam (lab): Rp.1 miliar
Pembangunan Fasilitas Lain:
1. Pagar SMKN 6 Tangsel: Rp.1,25 miliar
2. Ruang Praktek SMKN 1 Baros: Rp.3,2 miliar
3. Ruang Guru/Kepsek/TU SMKN 1 Baros: Rp.3 miliar
( Yuyi Rohmatunisa)
Komentar