Serang, Kemajuanrakyat.id- Kekerasan yang terjadi terhadap anak maupun perempuan sering terjadi karena faktor lingkungan terdekat makanya kita harus hati-hati. Orang yang dekat pada kita belum tentu menjadi jaminan kita lebih aman.
Hal ini lah yang menjadi tren perhatian dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Banten yang menyoroti tren kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang kini makin tersembunyi di lingkungan terdekat korban.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Provinsi Banten Siti Ma’ani Nina mengatakan tantangan perlindungan anak saat ini bukan hanya soal penanganan kasus, melainkan membangun sistem yang dapat mencegah kekerasan sejak dini.
“Sekarang itu pelakunya justru yang paling dekat, ayah, paman, tetangga. Itu bikin anak-anak makin sulit untuk speak up. Makanya pendampingan jadi penting sejak awal, jangan sampai korban takut untuk bicara,”.
Demikian kata Nina diruang kerjanya Senin 13/10/25 yang lalu.
Menurut nya, dari Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) mencatat 313 kasus kekerasan telah dilaporkan di Provinsi Banten sepanjang 1 Januari hingga 23 Juli 2025.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 183 kasus menimpa anak-anak dan 130 kasus melibatkan perempuan sebagai korban.
Bentuk kekerasan yang paling dominan adalah kekerasan seksual dengan 106 kasus, diikuti kekerasan psikis (43 kasus), kekerasan fisik (24 kasus), eksploitasi ekonomi (7 kasus), dan perdagangan orang (3 kasus).
Mayoritas pelaku berasal dari lingkungan terdekat korban, seperti orang tua kandung, teman, pacar, dan kerabat lainnya.
“Kekerasan itu tidak bisa dilihat dari angka semata. Satu kasus saja bisa berdampak besar pada psikologis anak,” ujar Nina.
Dalam aspek pelaporan, keluarga korban menjadi pihak terbanyak yang melaporkan kasus (86 laporan), disusul korban sendiri (66 laporan), masyarakat umum (51 laporan), serta lembaga layanan seperti UPTD PPA (28 laporan).
Data ini menunjukkan peningkatan kesadaran publik terhadap pentingnya penanganan kekerasan sejak dini.
Sementara wilayah dengan jumlah laporan tertinggi adalah Kota Tangerang (72 kasus), Kabupaten Tangerang (52 kasus), dan Kota Serang (45 kasus). Namun, wilayah lain seperti Kabupaten Lebak (28 kasus), Pandeglang (23 kasus), dan Kota Cilegon (20 kasus) juga mencatat kasus yang signifikan.
Hal ini menunjukkan bahwa persoalan kekerasan tidak hanya terjadi di wilayah urban, tetapi merata di seluruh Banten.
DP3AKKB juga mencatat bahwa 130 kasus masih dalam proses hukum di kepolisian, sementara 66 korban telah memperoleh pendampingan psikososial, 51 kasus mendapat bantuan hukum, dan 35 kasus menerima layanan medis.
Sisanya ditangani melalui pendekatan mediasi keluarga atau penyelesaian damai, sesuai kesepakatan para pihak.
Dalam kasus dugaan pelecehan seksual di SMAN 4 Kota Serang, Nina memastikan bahwa pendampingan telah dilakukan sejak awal oleh tim lintas instansi yang melibatkan psikolog, dinas pendidikan, serta aparat penegak hukum. Namun, informasi publik dibatasi demi menjaga kondisi psikologis korban.
“Untuk kasus seperti ini kami punya SOP. Korban didampingi sejak awal. Tapi, kami tidak bisa menyampaikan semuanya ke publik. Kami menjaga agar korban tidak merasa tertekan. Proses tetap berjalan, kami serius menangani,” ujar Nina.
Nina juga mengingatkan pentingnya menjaga kode etik dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak, baik dari sisi komunikasi publik maupun proses hukum yang berjalan.
Menurutnya, penyebaran informasi yang belum terverifikasi justru bisa memperburuk kondisi korban dan menghambat pemulihan.
Sebagai langkah pencegahan, DP3AKKB Banten terus mendorong sekolah-sekolah di seluruh wilayah untuk menegakkan prinsip sekolah ramah anak secara menyeluruh, termasuk dengan membentuk Satuan Tugas Perlindungan Anak di satuan pendidikan.
“Kalau dulu sekolah dianggap ruang belajar, sekarang harus jadi rumah kedua. Harus aman, nyaman, dan bebas kekerasan,” kata Nina
Namun sekarang ini tidak menjadi jaminan bahwa lingkungan sekolah itu jadi tempat yang aman bagi kekerasan maupun pelecehan seks. Itulah yang menjadi tugas kita untuk mengedukasi para siswa agar mentaati aturan yang berlaku, demikian Nina menambahkan.
(ADV)














Komentar